A. LATAR BELAKANG
Pendidikan dalam pengertian yang sederhana dan umum adalah sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Melalui pendidikan, manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Kemajuan yang dicapai peradaban Islam di zaman kekhalifahan tak lepas dari keberhasilan dunia pendidikan. Pada zaman itu, kota-kota Islam telah menjelma menjadi pusat pendidikan dan peradaban yang sangat maju. Hal ini ada kaitannya dengan firman Allah SWT dalam surah At-Taubah ayat 122
Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya”.(Q.S. At-Taubah:122)
Pendidikan Islam, tentunya tidak akan terlepas dari “Panduan” ajaran Islam itu sendiri yakni al-Qur’an. Dalam konsep pendidikan Islam, maka harus melihat segala sesuatunya dari sudut al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dalam proses pelaksanaannya, pendidikan tidak berjalan sendirian, ada hal lain yang sangat menunjang terhadap keberhasilan pendidikan, agar kemudian tujuan pendidikan tercapai. Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu sistem, antara subsistem dengan yang lainnya saling berkaitan. Di antara subsistem tersebut adalah metode pendidikan.
Dalam syair dikatakan bahwa "Al- Thariqatu Ahammu Minal Mâdah" maksudnya bahwa metode itu dianggap lebih penting dari pada menguasai materi. Rasionalisasi dari pernyataan di atas adalah apabila seorang pendidik menguasai banyak materi, namun tidak memahami bagaimana materi tersebut bisa dididikkan ke peserta didik (tidak menguasai metode), maka proses transformasi pewarisan nilai-nilai pendidikan islam sulit dicapai. Namun sebaliknya, apabila seorang pendidik hanya menguasai sejumlah atau sedikit materi, tetapi menguasai berbagai macam cara/ strategi/ metode pendidikan, maka dimungkinkan peserta didik akan kreatif dalam mencari dan mengembangkan materi sendiri dan tidak harus menerima dari pendidiknya. Jadi adanya metode dalam pendidikan sangat penting, agar kemudian pelaksanaan pendidikan berjalan maksimal. Tentu banyak sekali objek yang bisa dijadikan bahan kajian untuk menghasilkan metode pendidikan, baik yang berasal dari akal pikiran manusia maupun dari sumber lain. Dan salah satu sumber yang utama itu adalah al-Qur’an, kitab suci pedoman umat Islam. Di dalamnya pasti banyak menjelaskan metode pendidikan. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan umat manusia di dunia ini. Makalah ini berusaha menggali konsep pendidikan khususnya menyangkut metode pendidikan yang ada dalam Al-Qur’an. Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini dirumuskan permasalahan yaitu:
1. Bagaimana pengertian metode pendidikan menurut Al-Quran dan pendapat para ahli ?
2. Apa saja Macam-macam Metode Pendidikan dalam al-qur’an?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan pembahasan yang akan diuraikan dalam makalah ini yaitu:
1. Menjelaskan pengertian metode sesuai dengan konsep pendidikan menurut Al-qur’an.
2. Menguraikan macam-macam metode pendidikan berdasarkan Al-qur’an.
B. PENGERTIAN METODE PENDIDIKAN
Mengenai masalah metode ini Allah swt berfirman:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”( Q.S. Al-Maidah: 35)
Arti dari kata pada ayat di atas adalah “Jalan”. Kata merupakan jalan yang mendekatkan kepada sesuatu. Seperti yang terdapat juga dalam surat Al-Israa’ ayat 57:
•
Artinya:“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.”( Q.S.Al-Israa’:57)
Hakikat makna “wasilah” adalah apa yang banyak dikatakan para ulama yaitu taqarrub(upaya mendekatkan diri) kepada Allah. Jalan yang mendekatkan diri kepada sesuatu sama halnya dengan cara mengerjakan sesuatu yang disebut metode. Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari “Metha” yang berarti “Melalui”, dan “Hodos” yang berarti “Jalan”. jadi metode berarti “jalan yang dilalui”. Dalam bahsa arab, metode dikenal dengan istilah “Thariqah” yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Dalam pandangan filosofis pendidikan , metode merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan menurut pendapat ahli pendidikan islam tentang metode ini, Mohd.Abd.Rahim Ghunaimah mentakrifkan metode mengajar sebagai cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan untuk menyampaikan maksud-maksud pengajaran. Ali Al-Jumbalathi dan Abu Al-Fath Al-Tawanisy mentakrifkan metode mengajar sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikam maklumat ke otak murid-murid.
Dari penafsiran kata “wasilah” dan pendapat para ahli tentang pengertian metode,makna pokok yang dapat disimak yaitu bahwa metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada peserta didik.
C. MACAM-MACAM METODE PENDIDIKAN
Al-Qur’an merupakan kitab yang Allah anugrahkan kepada umat manusia, Al-Qur’an menawarkan berbagai metode dalam pendidikan, yakni dalam tata cara menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain.
1. Metode Al-Hikmah, Maw’izah Al-Hasanah dan Jâdilhum Billatî Hiya Ahsan
Ketiga metode ini tergambar dalam surat An-Nahl ayat 125
• •
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Q.S.An-Nahl:125)
Berdasarkan ayat ini, di mulai dari kata (ادع) ud’u berasal dari kata kerja (ﻰﻋد) da’â, (ﻮﻋﺪﯾ) yad’û, kemudian menghasilkan sebuah istilah dakwah yang merupakan bentuk mashdar dari kata (ﻰﻋد) da’â, (ﻮﻋﺪﯾ) yad’û, (دعوۃ) da’watan. Kata tersebut, secara etimologi mempunyai arti memanggil, mengundang, mengajak, menyeru dan mendorong. Maka (ادع) ud’u merupakan mendidik. Selanjutnya dalam ayat ini ada tiga metode yang dapat digunakan dalam pendidikan yaitu (Bil Hikmah) , (Al-Mau’idzah dan Hasanah) dan (Jâdilhum Billatî hiya ahsan).
pertama , kata Al-hikmah berasal dari kata hakama yang secara harfiah berarti al-man’u (menghalangi). Secara istilah , Al-hikmah berarti pengetahuan tentang keutamaan sesuatu melalui keutamaan ilmu. Al-hikmah juga dapat diartikan kepada argumen yang pasti dan berguna bagi akidah yang meyakinkan. Imam Al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :
وأمره أن يدعو إلى دين الله وشرعه بتلطف ولين دون مخاشنة وتعنيف, وهكذا ينبغي أن يوعظ المسلمون إلى يوم القيامة 21
Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dienullah” dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan. Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman untuk berdakwah dan seluruh aspek penyampaian termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan pengajaran. Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kepada siswanya untuk berkembang.
An-Naisaburi menegaskan bahwa yang dimaksud Al-hikmah adalah tanda atau metode yang mengandung argumentasi yang kuat (Qoth’i) sehingga bermanfaat bagi keyakinan. Beliau menulis :
(بالحكمة ) اشارة الى استعمال الحجج القطعية المفيدة لليقين24
Sebenarnya yang dimaksud dengan penyampaian wahyu dengan hikmah ini yaitu penyampaian dengan lemah lembut tetapi juga tegas dengan mengunakan alasan-dalil dan argumentasi yang kuat sehingga dengan proses ini para peserta didik memiliki keyakinan dan kemantapan dalam menerima materi pelajaran. Materi pembelajaran bermanfaat dan berharga bagi dirinya, merasa memperoleh ilmu yang berkesan dan selalu teringat sampai masa yang akan datang.
Kedua, : secara harfiah ia berarti al-nushu (nasihat) dan al-tadhkir bi al-awaqib (memberi peringatan yang disertai ancaman), atau peringatan yang disertai dengan janji ganjaran yang menyenangkan. Ayat ini menggunakan istilah al-mau’izah al-hasanah, hal ini berarti memberi pelajaran yang disertai dengan konsekuensi yang menyenangkan pelajar. Mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata “Al-Mau’idzah dan Hasanah”. Al-mau’idzah dalam tinjauan etimologi berarti “pitutur, wejangan, pengajaran, pendidikan, sedangkan hasanah berarti baik. Bila dua kata ini digabungkan bermakna pengajaran yang baik. Ibnu Katsir menafsiri Al-mau’idzah hasanah sebagai pemberian peringatan kepada manusia, mencegah dan menjauhi larangan sehingga dengan proses ini mereka akan mengingat kepada Allah. Ibnu Katsir menulis sebagai berikut :
والموعظة الحسنة أي بما فيه من الزواجر والوقائع بالناس ذكرهم بها ليحذروا بأس الله تعالى25
At-Thobari mengartikan mau’idzah hasanah dengan “Al-ibr al-jamilah” yaitu perumpamaan yang indah berasal dari kitab Allah sebagai hujjah, argumentasi dalam proses penyampaian. Mauidzah hasanah sebagai prinsip dasar melekat pada setiap da’i (guru, ustadz, mubaligh) sehingga penyampaian kepada para siswa lebih berkesan. Siswa tidak merasa digurui walaupun sebenarnya sedang terjadi penstranferan nilai. Al-Imam Jalaludin Asy-Syuyuti dan Jalaludin Mahali mengidentikan kata “Al-Mauidah” itu dengan kalimat مواعظه أو القول الرقيق artinya perkataan yang lembut. Pengajaran yang baik berarti disampaikan melalui perkataan yang lembut diikuti dengan perilaku hasanah sehinga kalimat tersebut bermakna lemah lembut baik lagi baik. Dengan melalui prinsip mau’idzah hasanah dapat memberikan pendidikan yang menyentuh, meresap dalam kalbu.
ketiga kata () jâdilhum terambil dari kata (خدال) jidâl yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya mitra bicara. Al-sabuni mengartikan kepada munazarah yaitu berdebat dengan mengemukakan argumen atau alasan yang mendukung ide atau pendapat yang dipegangi. dalam konteks dakwah dan pendidikan diartikan dengan dialog atau diskusi berbantah-bantahan. Jâdilhum berarti menggunakan metode diskusi ilmiah yang baik dengan cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirmya bahwa jâdilhum ini adalah cara penyampaian melalui diskusi dengan wajah yang baik kalimat lemah lembut dalam berbicara, seperti firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 46
•
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".(Q.S. Al-Ankabut:46).
Kata yang berarti kamu berdebat merupakan salah satu metode yang digunakan pendidikan, kata dilanjutkan dengan kata (dengan cara yang baik). jadi metode debat ataupun yang disebutkan dalam al-qur’an adalah debat dan atau diskusi dengan cara yang baik. Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya. An-Naisaburi memberikan ilustrasi bahwa jadilhum itu adalah sebuah metode “أي بالطريقة”. Diskusi) tidak akan memperoleh tujuan apabila tidak memperhatikan metode diskusi yang benar sehingga diskusi jadi “bathal” tidak didengarkan oleh mustami’in. Metode jadilhum lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Para siswa berusaha untuk menggali potensi yang dimilikinya untuk mencari alasan-alasan yang mendasar dan ilmiah dalam setiap argumen diskusinya.
2. Metode Kisah
Metode kisah yaitu metode dengan mengisahkan sejarah hidup manusia masa lampau yang mengangkut ketaatan atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi dan Rasul yang hadir ditengah mereka. Metode kisah sebagai metode pendidikan terdapat dalam Al-qur’an surat Yusuf ayat 111
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”(Q.S. yusuf:111)
Dalam ayat di atas artinya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran. Cerita ataupun kisah sebagaimana di atas bisa dijadikan contoh dari metode pendidikan. Allah menggunakan berbagai cerita; cerita sejarah faktual yang menampilkan suatu tokoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar manusia bisa berfikir dan mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Pendidik dapat menggali hikmah dibalik kisah tersebut dan menyampaikannya kepada peserta didik. didalam al-Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat al-Qasas yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut diulang sebanyak 44 kali. Quraish shihab pernah meneliti, bahwa mengemukakan kisah dalam al-Qur’an tidak segan-segan untuk mengatakan atau memberitahukan “kelemahan Manusiawi”. Sebagai contoh dalam Q.S Al Qashash ayat 76-81, Allah memberi pelajaran contoh orang yang tercela.
• • • •
Artinya: “Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa, Maka ia Berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar". Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan Tiadalah ia Termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”(Q.S. Al Qashash:76-81)
Cerita ataupun kisah sebagaimana di atas bisa dijadikan contoh dari teknik pendidikan. Allah menggunakan berbagai cerita; cerita sejarah faktual yang menampilkan suatu tokoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar manusia bisa berfikir dan mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Metode pendidikan seperti ini dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. untuk itu guru mesti mampu mendesains materi dan tujuan pembelajaran dalam bentuk cerita sehingga penyajian menarik bagi siswa dan diharapkan dapat meningkatkan motivasi atau minat belajar siswa.
3. Metode Amstal (Perumpamaan)
Al-Qur’an sebagai kitab suci dalam menyampaikan pesan-pesan illahi menggunakan perumpamaan misalnya terdapat dalam surat an nahl ayat 75-76
• • •
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu Dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama? segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui. Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan Dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja Dia disuruh oleh penanggungnya itu, Dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan Dia berada pula di atas jalan yang lurus”
secara harfiah berarti perumpamaan. Jika dilihat dari aspek pembelajaran merupakan suatu uslub al-qur’an yang digunakan dalam mengajar manusia agar dapat memahami pesan-pesan illahi dengan mudah. Selain itu terdapat pula dalam hadits yang berbunyi :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً
Artinya: Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini.
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby, orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen. Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Metode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
D. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu sistem, antara subsistem dengan yang lainnya saling berkaitan. Di antara subsistem tersebut adalah metode pendidikan. Jadi adanya metode dalam pendidikan sangat penting, agar kemudian pelaksanaan pendidikan berjalan maksimal. Bahan kajian untuk menghasilkan metode pendidikan bisa berasal dari akal pikiran manusia maupun dari sumber lain. Dan salah satu sumber yang utama itu adalah al-Qur’an, kitab suci pedoman umat Islam.
Di dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 terdapat tiga macam metode pendidikan, yakni metode hikmah, metode mau’izhah dan metode jadil. Metode hikmah merupakan metode berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian peserta didik pada kebaikan atau sesuatu yang bila digunakan/ diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Metode mau’izhah yaitu metode pendidikan dengan memberikan nasihat dengan lemah lembut yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan peserta didik yang sederhana. Metode jadil ialah perdebatan dengan cara-cara yang baik, dengan menggunakan bukti-bukti dan alasan-alasan yang tepat. Metode kisah sebagai metode pendidikan terdapat dalam Al-qu’ran surat yusuf ayat 111. Metode kisah adalah contoh dari kisah yang dapat diangkat menjadi metode pengajaran dalam pendidikan Islam. Pendidik dapat menggali hikmah dibalik kisah tersebut dan menyampaikainya kepada peserta didik. Metode Amstal (Perumpamaan) merupakan metode yang menggunakan perumpamaan misalnya terdapat dalam surat an nahl ayat 75-76. Metode amstal (perumpamaan) yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar