Senin, 28 November 2011

PENYEBARAN ISLAM DI JAWA

Islam untuk pertama kali masuk kepulau Jawa pada abad ke 14 M (tahun 1399 H) di bawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik. Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada zaman itu yang berkuasa dijawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit bernama Putri Campa. Kerajaan tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam.
Di jawa proses Islamisasi sudah berlangsung sejak abad ke-11 M, meskipun belum meluas, terbikti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berngaka tahun 475 H (1082 M). Berita tentang Islam di Jawa pada abad ke 11 dan 12 M memang masih sangat langka, akan tetapi sejak akhir abad ke 13 M dan abad-abad berikutnya, terutama ketika majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti adanya proses Islamisasi sudah banyak, drngan ditemukannya beberapa puluh nisankubur di Troloyo, Trowulan dan Gresik, bahkan menurut berita Ma-huan tahun 1416 M, di pusat majapahit maupun pesisir, terutama dikota pelabuhan, telah terjadi proses Islamisasi dan sudah pula terbentuk masyarakat Muslim.
Pertumbuhan masyarakat Islam disekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan di Jawa erat hubungnnya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang Islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai, Malaka, dan Aceh.
Tome Pires juga menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu Demak, dan kerajaan=kerajaan di daerah pesisir utara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, di samping masaih ada kerajaan-kerajaan yangb ercorak Hindu.

Melihat makam-makam Muslim yang terdapat disitus-situs Majapahit, diketahui bahwa Islam sudah hadir di ibukota Majapahit sejak kerajaan itu mencapai puncaknya. Meskipun demikian, lazim dianggap bahwa Islam di Jawa pada mulanya menyebar selama periode merosotnyakerajaan Hindu Budha. Islam menyebar kepesisir pulau Jawa melalui hubungan perdagangan, kemudian adri pesisir ini, agak mbelakangan menyebar kepedalaman pulau itu. Perkembangan Islam di pulau jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Silam pesisir untuk membangun pusat-pusat kkekuasaan yang independen.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali Sembilan.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
• Sunan Ampel atau Raden Rahmat
• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
• Sunan Drajat atau Syarifuddin
• Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq
• Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
• Sunan Kalijaga atau Raden Said
• Sunan Muria atau Raden Umar Said
• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Walisongo atau walisanga merupakan tokoh penting dalam penyebaran islam di tanah jawa pada abad 14. Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Dalam penyebaran agama islam Kesembilan wali ini mempunyai peran yang unik dalam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yakni nuansa Hindu dan Budha.

1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur. Inilah wali yang pertama datang kejawa abad ke-13. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya. Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming, Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa,
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, Sunan yang sangat bijaksana, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban). Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai perdikan, bertempat di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebut sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di musium daerah Sunan Drajat Lamongan.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik) . Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyabarkan islam diluar pulau jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.seorang ahli seni bangunan. Ia adalah putra sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah adik Sunan Bonang. Sebagai seorang wali, sunan kudus memiliki peran yang sangat besar dalam pemerintahan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah dikalangan kaum penguasa dan priyayi jawa. Diantara yang menjadi muridnya ialah sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang Adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya ialah Masjid Menara Kudus yang gaya Arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakakn meninggal pada tahun 1550.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid adalah putra dari adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Suanan kalijaga adalah murid dari sunan Bonang. Menyebarkan ajaran Islam di Jawa Tengah. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya.

8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria terletak antara Jepara dan Kudus, jawa Tengah, sangat dekat dengan rakyat jelata. Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus. Menyebarkan Silam dengan menggunakan Gamelan untuk menarik masyarakat agar masuk Islam, dan lagu-lagu Jawa Sinom dan Kinanti adalh salah satu lagu hasil Gubahannya.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon). Ia mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanudin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan Agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya kesultanan Banten.
Para wali masing-masing mempunyai pesantren sebagai tempat para santri belajar agama Islam. Mereka bukan saja sebagai pembuka babak baru Islam di Jawa, tetapi mereka juga menguasai zaman berikutnya yang kemudian dikenal dengan ‘ zaman kewalen” (zaman wali). Perkembangan Islam di luar Jawa relatif lebih cepat penyebarannya karena tidak banyak berhadapan dengan budaya-budaya lain, kecuali budaya Hindu-Budha.
Dengan kehadiran para wali songo tersebut, bukan hanya dominasi budaya Hindu Jawa yang mengalami kehancuran, melainkan juga membuka kurun baru bagi berlangsungnya kebudayaan Islam di Indonesia. Pada zaman ini masyarakat Jawa menyebutnya sebagai zaman kuwalen (zaman para Wali). Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi).

1 komentar: